Kesenian Indonesia dari Kongres ke Kongres

Dialektika kehidupan, membuat manusia harus berdialog. Berinteraksi, Bersinergi. Pun pada perilaku para pelaku seni, dan siapapun yang terlibat dalam kegiatan seni. Tentu termasuk yang berhubungan dengan kebijakan kehidupan berkesenian dari aparat pemerintah. Atau dari birokrat seni yang bertugas sebagai fasilitator.

Maka, Kongres Kesenian Indonesia (KKI) dapat dilihat sebagai sebuah forum pertemuan berskala besar yang diselenggarakan pemerintah, agar dunia kesenian dan para pelakunya, mendapatkan sebuah moment kebersamaan untuk saling berbagi dan menguatkan.

Kongres Kesenian Indonesia III di BandungKKI I
Bertepatan dengan perayaan HUT Indonesia Emas, untuk pertama kalinya diadakan KKI, yakni pada 3 – 7 Desember 1995. Saat itu, Presiden Soeharto kemudian berkenan membuka KKI di Istana Negara. Kegiatan yang digagas oleh Dirjen Kebudayaan Prof. Edi Sedyawati dan Direktur Direktorat Kesenian, Saini KM tersebut berlangsung di Jakarta. Tepatnya di Hotel Kartika Chandra.

KKI I ini bertujuan untuk mengadakan tinjauan. dan mencari jalan menumbuhkan kesenian. Baik secara intuitif, maupun lewat jalan penelitian. Yang dilihat ialah mengenai beragam masalah yang pernah ataupun sedang dihadapi, serta mengenai pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh selama 50 tahun perjalanan negara Indonesia merdeka.

Pertemuan yang mengambil tema “Restropeksi dan Ancaman ke Depan” ini, melibatkan 475 Peserta dari seluruh Indfonesia. Beberapa pembicara penting yang hadir di antaranya ialah Asrul Sani, Taufik Abdillah, Saini KM, Garin Nugroho, AA Navis, dan yang lainya. Dalam KKI I tersebut, ada pernyataan menarik yang dikemukakan Asrul Sani dalam makalahnya yang berjudul Peristiwa-Peristiwa Kesenian Yang Terjadi Selama Kurun Waktu 50 tahun. Asrul Sani menyampaikan bahwa akan lebih mudah membuat data tentang peristiwa olahraga daripada peristiwa kesenian.

Sebab, kesenian yang dihasilkan pada saat ini, adalah hasil dari peristiwa kesenian di masa lalu. Kesenian Indonesia adalah bentuk estetika yang kelahirannya merupakan akibat perbenturan bermacam-macam kebudayaan manusia. Hal ini berakibat terhadap perubahan-perubahan baru yang terjadi di negeri ini. Asrul Sani merumuskan bahwa untuk menumbuhkan kegairahan berkesenian, yang terpenting adalah iklim, dan kesempatan Sehingga, kelak akan muncul peristiwa-peristiwa kesenian yang besar.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan KKI I, di antaranya ialah: 1. Kongres Kesenian agar dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali; 2. Direktorat Jenderal Kebudayaan diharapkan menindaklanjuti keputusan kongres; 3. Agar Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan porsi yang lebih besar kepada kesenian dan kurikulum nasional; 4. Pemerintah perlu membuat kebijakan baru dalam pendidikan guru kesenian dengan mengaitkan lembaga pendidikan guru dan lembaga pendidikan kesenian.; 5. Agar para seniman yang sudah mapan mendirikan sanggar kesenian untuk dapat meningkatkan apresiasi seni masyarakat; 6. Agar aparat pemerintah yang menangani kesenian meningkatkan pengetahuannya mengenai kesenian, sehingga dapat membantu perkembangan kesenian, dan tidak mempersulit pertumbuhan kesenian; 7. Agar dipikirkan keberadaan lembaga bantuan hukum bagi seniman; 8. Agar dibentuk sebuah lembaga kesenian yang bersifat nasional yang menangani berbagai masalah kesenian yang muncul.

KKI II
Kesenian itu aset bangsa. Aset Negara. Wajar, jika kemudian Negara berkewajiban memelihara, menumbuhkan, dan mengembangkannya secara tepat dan berksinambungan. Pemerintah diharapkan kemudian untuk memberikan ruang kebebasan berekspresi, kesempatan bereksplorasi, dan tentu saja menyediakan fasiltasnya. Baik dalam bentuk sarana, maupun tunjangan pendanaan. Sehingga kesenian dapat menjadi secercah pembebasan. Ya, bukan hanya klangenan.

Namun, dalam kenyataanya, dunia kesenian selalu dihadapkan pada beragam hal yang tidak beres di negeri ini. Misalnya, KKI II yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2000, baru terlaksana pada 26-30 September 2005, karena kondisi keuangan negara yang tidak memungkinkan. Kegiatan yang dihadiri 500-an peserta dari seluruh provinsi di seluruh Indonesia ini, dilangsungkan di Padepokan Pencak Silat TMII Jakarta.

Dalam Kongres KKI II yang mendapat kucuran pengadaan APBN sebesar Rp 2 miliar ini, dibahas lima pokok bahasan, yakni Seni dan Industri dalam Perspektif Lokal, Nasional, dan Internasional; Kajian dan Pendidikan Seni; Fungsi Kesenian di Masyarakat; Hukum, Profesionalisme Seni dan Pengelolaan Kesenian; serta Dinamika dan Kreativitas Media Seni. Kelima pokok bahasan tersebut, setidaknya memperlihatkan pengaruh aksekerasi dunia industri yang berpengaruh besar terhadap eksistensi kesenian. Perubahan parameter maupun paradigma kesenian, kemudian berkembang seirama gerak budaya dunia yang kian mengglobal.

Kemudahan transportasi, pesatnya peruntukkan akomodasi terutama di kota-kota besar, pertumbuhan dunia pendidikan seni yang juga berinteraski dengan perkembangan teklnologi informasi, kemunculan EO bidang seni budaya yang juga bekolaborasi dengan peran media massa, termasuk beragam mediasi seni, membuat hiruk pikuk kesenian kian melaju.

Maka, kongres yang mengambil tema ”Realitas, Dinamisasi, dan Kesadaran Nasional dalam Kesenian” ini dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga mengandaikan pembacan kesenian harus berpijak pada kenyataan objektif. Kongres bukan sebuah pesanan untuk hanya sekedar menghabiskan anggaran. Karebna kjongres pun merupakan hal yang bersinergi dengan banyak kalangan, maka komposisi pesertanya pun terdiri dari beragam unsur yang terkait kesenian. Merujuk pada peserta KKI I, maka KKI dua juga mengundang beragam kalangan yang terkait dengan dunia kesenian.

Namun KKI II juga memberi penekanan baru pada keberadaan pemikir hingga pelaku industri seni. Maka KKI II Nampak lebih beragam, seperti kehadiran para impresario, kurator, seniman, budayawan, media/pers, event organizer, pengusaha bidang kesenian, rumah produksi, pengusaha periklanan, lembaga pendidikan kesenian, penguasaha pariwisata, dan tentu saja birokrat kesenian. Keikutsertaan beragam kalangan yang bergelut dengan kesenian ini, tentu merupakan mekanisme kongres yang diharapkan menghasilkan berbagai masukan yang mendekati kesempurnaan.

KKI III
Target penyelenggraan KKI II, juga meleset. Tak ada penjelasan memadai ketika tahun 2010 lewat tanpa KKI III. Tapi penjelasan bahwa reformasi 1997-1998 yang baru berjalan, memang menjelaskan bahwa keberadaan negara, khususnya pemerintah tengah dalam guncangan politik yang kuat. Evolusi kebudayaan berlangsung ketika pewarisan nilai-nilai, dari politik, agama, hingga seni berlangsung di berbagai lini dan lapisan masyarakat. Manusia Indonesia sibuk dengan pewarisan nilai-nilai baik maupun buruk antara individu maupun kelompoknya. Kekuatan lama yang penuh politik budaya kongkalingkong, berbenturan dengan generasi baru yang haus kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi seni yang makin menguat. Kekuatan reformasi yang digelorakan rakyat bersama para cendikiawan, perlahan membawa arus perubahan yang besar terhadap dunia seni.

Pelaku seni tak segan lagi mengungkapkan sinisme terhadap birokrat, maupun kehidupan banal eksekutif maupun legislatif. Untuk mengantisipasi gejolak yang kian marak itu, maka pemerintah melakukan persiapan KKI III 2015. Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman Direktoral Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemudiasn mengundang limapuluh seniman di Hotel Savoy Homman Bandung, 10-12 Desember 2014. Mereka diajak untuk berembug menyiapkan pelaksaaan Kongres Kesenian Indonesia (KKI) III 2015 mendatang.

Pertemuan yang penuh perdebatan itu, kemudian melahirkan draft acuan kerja KKI III yang disepakati seniman dan birokrat, serta tema besar bertajuk “Kesenian dan Negara dalam Arus Perubahan”. Even pra kongres itu, memang layak diapresiasi, sebagai bentuk kesadaran penting dalam arus perubahan birokrasi seni. Yang juga menjadi catatan paling penting ialah bahwa ketika beberapa hasil rekomendsai dalam KKI I maupun KKI II kemudian hanya menjadi catatan tanpa tindakan, maka pra kongres itu kemudian juga mendesakkan bahwa harus ada pengawalan untuk menjadikan rekomendasi KKI III, dilaksanakan dengan baik.

KKI III pun kemudian siap digelar dengan memfokuskan beberapa subtema, yaitu Politik Kesenian dalam Perspektif Negara; Kesenian, Negara dan Tantangan di tingkat Global; Pendidikan Seni, Media dan Kreativitas; dan Seni Dalam Pusaran Komplektisitas Kekinian. KKI III-2015 diselenggarakan pada tanggal 1 – 5 Desember 2015, bertempat di Grand Hotel Panghegar, Bandung, Jawa Barat. Apakah nasib rekomendasi KKI III 2015 akan bernasib sama dua rekomendasi kongres kesenian sebelumnya? Kita tunggu.

Ditulis oleh Eriyandi Budiman

Sumber Teks dan Foto: http://kongreskesenian2015.org/2015/11/26/kesenian-indonesia-dari-kongres-ke-kongres/

Leave a comment