“Anak Cindaku Ditikam Rindu” adalah sebuah cerpen yang ditulis Azwar Sutan Malaka, pernah dimuat di Harian Singgalang, Padang, tahun 2014. Selain itu cerpen ini juga termuat dalam antologi Cerpen Jejak Luka dan Kisah Lainnya. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang anak Minang bernama Alif, yang merantau ke Jakarta. Ia selalu merindukan pujaan hatinya Narisha seorang gadis yang ia cintai sejak kelas empat SD di kampung halamannya. Saat di perantauan ia selalu berharap dapat menikahi gadis dambaan hatinya tersebut. Sepulangnya dari perantauan ia bermaksud untuk meminang gadis pujaannya kepada kedua orang tua gadis itu. Namun ternyata pinangannya itu mendapat penolakan dari keluarga dan orang tua Narisha.
Penolakan pinangan ini membuat Alif bingung, karena menurutnya penolakan ini adalah penolakan yang tidak beralasan. Penolakan ini bukan karena ia seorang perantau mentah yang belum jadi, bukan pula karena mereka khawatir anak perempuan mereka akan menderita karena ia lelaki miskin, bukan pula karena tidak bisa pulang setiap lebaran apabila ia memngajak Narisha merantau. Akan tetapi menurutnya penolakan ini hanya karena sebuah gosip yang beredar di kampung itu bahwa Ia, mewarisi darah Cindaku.
Di kampung halamannya tersebut memang beredar sebuah mitos mengenai Cindaku. Cindaku ini adalah makhluk jadi-jadian, reikarnasi dari manusia sakti. Menurut mitos tersebut, orang sakti itu tidak dapat diterima oleh langit dan tidak dapat dilepaskan dari bumi. Hingga apabila dia mati, maka ia akan menjadi makhluk jadi-jadian sesuai dengan tingkat ilmu kesaktiannya. Bisa saja menjadi harimau, babi hutan, atau menjadi tikus sawah.
Penolakan yang selama ini difikir Alif adalah sebuah penolakan karena ia anak Cindaku, ternyata bukan karena hal seperti itu. Setelah ia bertanya kepada Etek Aminah, ibu dari Narisha gadis yang sangat dicintainya itu sampai sedikit mendesaknya, ternyata penolakan itu karena ia adalah saudara sedarah dengan gadis pujaanya. Darah yang mengalir di dalam nadi Narisha sama dengan darah yang mengalir pada dirinya.
“Anak Cindaku Ditikam Rindu”, mempunyai ide yang sudah biasa dibuat dalam cerita lain, yaitu tentang penolakan. Berangkat dari ide ini, tema yang dikisahkan adalah penolakan atas pinangan Alif untuk Narisha (Anak Tek Aminah) yang dipandang dari dua sisi berbeda, yang pertama karena mitos darah Cindaku yang diwarisi Alif dan yang kedua karena mereka sedarah. Alur yang dipakai penulis dalam kisah ini adalah alur campuran. Konflik yang terjadi dalam cerita ini dimulai dari dikisahkannya seorang laki-laki yang bernama Alif pulang dari perantauan demi meminang seorang gadis idaman hatinya. Konflik ini memuncak ketika Alif mempertanyakan alasan atas penolakan pinangannya kepada Tek Aminah. Yang pada akhirnya membuka luka lama Tek Aminah waktu ia muda dulu.
Tokoh dan Penokohan dalam cerpen “Anak Cindaku Ditika Rindu” ini adalah Alif (tokoh utama) yaitu seorang pemuda yang pulang merantau, yang merasa sakit dan sedih atas penolakan pinangannya kepada pujaan hatinya oleh kedua orang tua gadis. Junet (Tokoh pembantu pria) ialah Seorang teman sepermainan dan seperguruan tokoh utama, bersifat sabar dalam mendengarkan keluh kesah tokoh utama. Ayah Alif (Pemeran pembantu Pria) ia bersifat antagonis yaitu seorang dukun sakti yang memiliki ilmu hitam. Etek Aminah (Tokoh utama wanita) adalah seorang ibu yang menutupi aib masa lalunya sekian lama dan bersifat tegas dalam pengambilan keputusannya. Ibu Alif (pemeran pembantu wanita) ialah seorang ibu dari tokoh utama dan istri yang tegar dalam hidupnya. Narisha (pemeran pembantu wanita) ialah seorang gadis yang dicintai tokoh utama laki-laki yang bersifat sabar dalam penantiannya selama tokoh utama di perantauan.
Jika dilihat tentang mitos, mitos yang beredar di sebuah masyarakat dianggap sebuah kisah suci dan diyakini keberadaanya oleh komunitas penganutnya, namun belum tentu diyakini oleh komunitas lain yang memiliki mitologi yang berbeda (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2014). Seperti kisah cerpen “Anak Cindaku Ditikam Rindu” yang kisahnya berlatar belakang mengenai mitos yang beredar di lingkungan kampung, dan oleh pengarang diangkat menjadi sebuah cerita menarik. Dalam cerpen hal ini disampaikan oleh tokoh pertama, dia menceritakan mengenai mitos cindaku.
“…Sejak kecil kami sudah dipaksa menerima bahwa cindaku itu adalah sesuatu yang ada dan mesti ada. Cindaku makhluk terkutuk yang tidak diterima langit dan juga tidak diikhlaskan bumi…” (Malaka,2014: 5).
Dari kisah mitos inilah diyakini oleh warga sekitar kampung bahwa ayah Alif memang bereinkarnasi menjadi cindaku karena ilmu hitam dan kejahatannya masa lalu. Seperti yang diungkapkan oleh sahabat kecilnya Junet. “…Ayahmu dukun sakti, Alif. Dia lelaki yang bersekutu dengan Tuhan. Kau ingat bagaimana ia bisa membunuh orang hanya dengan jarum ditangannya, kau ingat bagaimana cerita-cerita di kampung bahwa ayahmu bisa saja menelanjangi pengantin dengan gasiang tangkuraknya?…” (Malaka, 2014: 6)
Dalam kisah ini perilaku masa lalu ayah Alif memang menjadi bom waktu yang sangat dahsyat bagi kehidupan Alif. Merupakan batu sandungan bagi kisah cinta anaknya yang mencintai gadis pujaannya yang sekian lama diidam-idamkan. Dambaan hati yang tidak dapat Alif nikahi karena mereka saudara sedarah. Hal ini disampaikan dalam cerpen ketika Alif menanyakan penyebab dari penolakan Etek Aminah kepada dirinya. “…Baiklah.., kalau ini yang membuat kau tenang aku akan katakan bahwa darah yang mengalir ditubuhmu sama dengan darah yang mengalir dalam urat nadi anakku…” (Malaka,2014: 12)
Dalam hal tersebut penulis mengangkat masalah agama ke dalam ceritanya. Dalam agama Islam diharamkan pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara kandung karena mereka muhrim. Seperti dalam kisah “Anak Cindaku Ditikan Rindu” ini, bahwa tokoh utama dengan Narisha pujaan hatinya adalah saudara sedarah dengannya, oleh karena itu mereka tidak boleh menikah. Itulah sebab utama dari penolakan Tek Aminah terhadap pinangan Alif.
Seperti judulnya kerinduan yang mendalam pada tokoh utama ini justru menjadi tikaman yang menyakitkan. Karena kerinduannya dan harapannya tidak dapat terealisasikan. Harapannya tinggal harapan. Tokoh utama pada kisah ini menjadi orang yang tak berdaya karena mendapatkan kenyataan yang tak mungkin ia bersihkan, tak mungkin ia ubah. Kenyataan itu membuat hujaman yang menusuk di hatinya sehingga hanya pilu dan sedih yang ia rasa. Kenyataan yang tak dapat ia ganti bahwa ia tidak dapat menikahi pujaan hatinya karena pertalian darah.
(Ditulis Oleh: Ai Nurlaela, Annisa LS, Sohibah, Uty MK)