Belajar dari Sang Maestro Idang Rasjidi

Saya tidak tahu tangan Tuhan yang mana yang menggerakkan hati saya untuk mengikuti ajakan sahabat R. Muhammad Mihradi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan, untuk berkunjung ke rumah Idang Rasjidi di Bogor.

Sore itu Erha Limanov, manager program Ngopi Buku, mengabarkan bahwa sebenarnya Bang Idang, –begitu musisi legendaris Indonesia itu kami panggil– ingin menghadiri bedah Novel Cindaku di Warung Hitz di Jalan Pajajaran, Bogor Minggu Sore 26 Februari 2017 itu. Tapi karena masih ada tamu di rumahnya, Bang Idang tidak jadi datang.

Continue reading

Teknik Menulis Resensi

TEKNIK MENULIS RESENSI

Oleh: Azwar, M.Si

  1. Pengertian

Menulis resensi adalah membuat tulisan yang berisi timbangan terhadap sebuah karya. Baik itu buku, film atau bahkan musik. Selayaknya sebuah pertimbangan, resensi berisi catatan-catatan atas pembacaan seseorang atas sebuah karya. Catatan itu bisa adalah kelebihan-kelebihan sebuah karya, atau bahkan berisi kekurangan-kekurangan karya itu. Resensi bukanlah deretan puji-pujian terhadap buku atau penulisnya. Karena kalau hanya puji-pujian tentu sebuah resensi tidak memenuhi syarat sebagai pertimbangan.

Buku Empat Pilar Jurnalistik, Karya Azwar, M.Si.

Hal di atas dikuatkan oleh pengertian resensi berdasarkan beberapa pendapat. Resensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah pertimbangan terhadap sebuah buku atau ulasan terhadap sebuah buku. Sementara itu Rulli Nasrullah dalam bukunya Bahasa Jurnalitik (2012) menyatakan bahwa secara etimologis, kata resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang, atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan resensi sebagai ”Pertim-bangan atau pembicaraan buku, ulasan buku.

Gorys Keraf mendefinisikan resensi sebagai suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku. Intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi maupun nonfiksi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada masyarakat pembaca.

Sebagaimana menulis jenis karangan lainnya, menulis resensi juga memiliki tujuan. Gorys Keraf mengemukakan tujuan menulis resensi adalah menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak? Sedangkan tujuan resensi sebagai berikut :

  1. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
  2. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
  3. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
  4. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit seperti: siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya dengan buku sejenis karya pengarang lain?

Ada tiga syarat utama seorang penulis agar mampu menulis resensi antara lain: Pertama, penulis harus memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan meresensi sebuah buku novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya. Hal ini diperlukan agar penulis dapat memberikan perbandingan terhadap karya lain yang sejenis. Kepekaan analisis juga sangat dipengaruhi unsur tersebut.

Kedua, penulis harus memiliki kemampuan analisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur internal dan eksternal. Seorang penulis resensi harus mampu menggali unsur-unsur tersebut. Unsur tersebut dianalisis untuk dinilai kelayakannya. Kemampuan analisis ini akan mengantarkan penulis kepada kemampuan menilai apakah sebuah buku layak dibaca masyarakat atau tidak.

Ketiga, seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya dengan karya lain yang sejenis. Dengan demikian ia akan mampu menemukan kelemahan dan kekurangan sebuah karya.

Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi. Unsur yang membangun sebuah resensi adalah sebagai berikut: (1) judul resensi; (2) data buku; (3) pembukaan; (4) tubuh resensi; dan (5) penutup. Penjelasan tentang bagian-bagian tersebut penulis kemukakan berikut ini.

a) Judul Resensi

Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini akan mengecewakan pembaca.

Text Box: Benturan Peradaban Orhan Pamuk
Contoh Judul Resensi

b) Data Buku

Secara umum ada dua cara penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi di media cetak antara lain: Judul buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.

Judul               : Namaku Merah Kirmizi
Judul Asli        : (Benim Adim Kirmizi/My Name Is Red)
Penulis            : Orhan Pamuk
Penyunting     : Anton Kurnia
Penerjemah   : Atta Verin
Penerbit         : Serambi
Tebal              : 725 Halaman
Cetakan          : Pertama, Desember 2006      
Contoh Identitas Buku

 

Data buku atau identitas buku juga biasanya dilengkapi dengan sampul buku. Hal ini untuk memperkenalkan kepada pembaca bentuk buku tersebut.

Sampul Buku Namaku Merah Kirmizi Karya Orhan Pamuk

Sumber: http://www.serambi.co.id/katalog/219/my-name-is-red#.WICrX1N97IU, diakses 18 Januari 2017

c) Pendahuluan

Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.

Tidak salah jika banyak orang mengatakan bahwa hidup adalah pilihan, berani memilih berarti harus rela untuk berkorban. Hal inilah yang telah dilakukan Ferit Orhan Pamuk (lahir di Istanbul pada tanggal 7 Juni 1952) yang memilih untuk menjadi penulis dengan mengorbankan kuliah yang telah di jalaninya selama 3 tahun di Istanbul Technical University. Setelah keluar dari universitas yang akan menjadikannya arsitek itu, Orhan Pamuk kuliah di Institute of Journalism di Universitas Istanbul pada 1976. Inilah pilihan yang kemudian mengantarkan Pamuk menjadi peraih nobel sastra tahun 2006.      
Contoh Pembukaan

d) Tubuh Resensi

Pada bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang—tergantung kepada kepekaan peresensi.

Penghargaan-penghargaan itu pantas diperoleh oleh Pamuk melalui novel My Name is Red ini karena novel yang penuh misteri ini dianggab banyak orang sebagai puncak kecemerlangan sastrawan muslim. Setelah Naguib Mahfouz, sastrawan Mesir yang memperoleh Nobel Sastra pada tahun 1988, Pamuk merupakan orang ke dua di dunia Islam yang memperoleh Nobel Sastra.  Sungguhpun demikian kegetiran tetap saja mengiringi penghargaan terhadap Orhan Pamuk. Walau bagaimanapun Pamuk tidak mendapatkan tempat yang baik di hati orang-orang muslim, karena Pamuk dikenal sebagai sastrawan yang pertama kali membela Salman Rushdie ketika Ayat-Ayat Setannya dinilai masyarakat muslim menghina Nabi Muhammad SAW. Pamuk menentang fatwa mati bagi Salman Rushdie yang difatwakan Ayatullah Khomaini, sang revormis muslim dari Iran. Novel ini menceritankan tentang Merah Kirmizi yang hidup di Istanbul saat simbol tonggak kejayaan Islam di daerah itu hampir musnah. Pada akhir abad ke 16 (1591) secara diam-diam Sultan menugaskan pembuatan sebuah buku untuk merayakan kejayaannya sebagai seorang Sultan. Seniman itu terbunuh secara misterius, maka seorang ditugasi untuk mengungkap misteri pembunuhan itu. Hal itu ternyata tidak sesederhana sebuah pembunuhan, karena pada akhirnya peristiwa itu menguak jejak perbenturan peradaban Timur dan Barat (Turki dan Eropa). Kisah itu menjadikan My Name is Red sebagai sebuah cerita misteri pembunuhan yang menegangkan, kisah itu memberikan sebuah perenungan yang mendalam tentang cinta yang diramu dengan intrik seni dan politik. Novel yang juga disertai dengan dongeng-dongeng klasik ini membuatnya renyah untuk dibaca, sehingga novel yang tebal ini terasa tidak memberatkan untuk dibaca.      
Contoh Tubuh Resensi

e) Penutup

Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.

Terlepas dari siapa yang melahirkan sebuah karya, yang penting novel Namaku Merah Kirmizi ini merupakan karya yang indah untuk dinikmati oleh pembaca. Dari pada mempermasalahkan tentang Pamuk yang sering membuat resah umat Islam, lebih baik  menikmati romantisme cinta dan intrik politik dalam karyanya ini. Bukankah kita sudah sangat hafal dengan filosofi: jangan melihat siapa orangnya, tapi lihatlah apa yang disampaikannya. Saya rasa hal itu juga berlaku untuk karya sastra.      
Contoh Penutup Resensi

  • Teknik Menulis Resensi

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Oleh sebab itu dalam menulis resensi penulis atau dikenal juga resensiator harus memahami bahwa tujuan menulis resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.

Untuk memberikan pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua ia harus meyadari sepenuhnya apa maksud membuat resensi itu.

Tujuan pengarang bisa dilihat dari kata pengantar buku yang ditulis oleh pengarang. Bisa jadi tujuannya menulis buku adalah sebagai buku panduan perkuliahan, sebagai laporan atas penelitian dan lain sebagainya. Jika tidak ada pada kata pengantar buku, pembuat resensi bisa menyimpulkan sendiri setelah membaca buku tersebut sampai selesai.

Resensi harus dibuat dengan memperhatikan kualitas pembacanya. Untuk itu penulis resensi harus menganalisa pengetahuan pembaca mengenai pokok persoalan yang akan dibahas itu, bagaimana selera pembaca, dan bagaimana tingkat pendidikannya. Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya adalah:

1. Latar Belakang Buku

            Penulis resensi dapat memulai dengan mengemukakan tema dari karangan itu. Penyajian tema secara singkat dapat dilengkapi dengan deskripsi mengenai isi buku. Penulis dapat menyampaikan ringkasan buku itu, sehingga pembaca yang belum tahu, dapat memperoleh gambaran mengenai isi buku itu. Deskripsi mengenai buku itu bukan hanya menyangkut isinya, tetapi menyangkut badan mana yang telah menerbitkan buku itu, kapan dan dimana diterbitkan, tebalnya serta pengarangnya.

2. Macam/Jenis Buku

Setiap pembaca tidak selalu mempunyai selera yang sama. Ada yang senang dengan cerita komik, ada yang senang dengan buku ilmiah, ada yang senang dengan buku kesehatan dan sebagainya. Perbedaan antara pembaca seperti diuraikan di atas, masih terdapat suatu persamaan yang umum pada pembaca, yaitu: mereka ingin mengetahui sesuatu bila ada sebuah buku baru diterbitkan.

            Oleh sebab itu penulis resensi harus menunjukkan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana. Penulis harus mengadakan klasifikasi mengenai buku itu dan menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan buku lain, sehingga pembaca akan merasa tertarik, dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang isi buku tersebut secara terperinci.

3. Keunggulan Buku

1.         Mempersoalkan organisasinya.

Organisasi dalam hal ini adalah kerangka buku itu, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Apakah hubungan itu harmonis, jelas dan memperlihatkan perkembangan yang masuk akal. Bagaimanakah antara bab satu dan bab selanjutnya apakah saling mendukung atau tidak. Adakalanya penulis tidak konsisten dengan apa yang disampaikannya. Contohnya pada bab pertama dia menyatakan setuju dengan sebuah kasus, bisa jadi pada bab yang lain dia tidak setuju. Untuk melihat hal tersebut dibutuhkan kejelian penulis resensi.

2.         Penulis resensi mempersoalkan bagaimana isi sebuah buku .

Isi buku berkaitan dengan kualitas pemikiran sang penulis. Penulis resensi bisa menilai apakah buku yang dibaca tersebut menyampaikan hal-hal yang baru atau hanya mengulang pendapat orang lain saja. Apakah seorang pengarang sangat cermat dalam memberikan detil-detilnya,             sedangkan pengarang yang lain tampaknya lebih semberono dalam detil-detilnya atau ada pengarang yang tidak mau peduli dengan hal tersebut.

3.         Masalah bahasa.

Bahasa merupakan hal yang penting dalam sebuah buku, bagaimana mungkin                pembaca dapat memahami sesuatu kalau bahasa yang digunakan tidak dapat dimengerti orang lain? Hal yang terkait bahasa adalah apakah buku ditulis dengan menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia yang baik atau tidak. Hal-hal terkait bahasa juga menyangkut apakah penulisan dalam buku tersebut banyak yang salah atau tidak.

4.         Teknis produksi buku.

Teknis yang dimaksud disini adalah mengenai bentuk yang baik, kebersihan, dan lebih lagi percetakannya. Sebelum buku dipublikasikan, pengarang selalu diberi kesempatan untuk mengoreksi kembali cetak cobanya (dummy). Hal-hal yang terkait teknis buku adalah persoalan halaman apakah ada yang hilang atau tidak, apakah ada kertas yang rusak atau tidak dan berbagai cacat produksi lainnya. Hal ini lumrah ditemukan dalam produksi buku.   

  • Contoh Resensi

AGAR KITA BANGGA MENJADI BANGSA INDONESIA

Peresensi: Azwar Sutan Malaka

Judul               : Ithaf al Dhaki, Tafsir Wahdatul Wujud bagi Muslim Nusantara

Penulis            : Oman Fathurrahman

Penerbit         : Mizan

Cetakan          : Pertama, Agustus 2012

Harga              : Rp. 54.000

Tebal              : xxiv + 283 halaman

ISBN                : 978-979-433-728-8

Di tengah semakin terpuruknya kondisi bangsa Indonesia, buku Ithaf al Dhaki, Tafsir Wahdatul Wujud bagi Muslim Nusantara karanganOman Faturrahman inihadir sebagai bukti bahwa kita harus bangga menjadi bangsa Indomesia. Buku yang merupakan telaahan atas kitab Ithaf al Dhaki karangan sufi terkemuka di dunia Ibrahim al Kurani (1616-1690) ini menjadi bukti kuat atas keterlibatan nenek moyang orang Indonesia dalam wacana intelektual di dunia Islam global abad ke-17. Dengan demikian wilayah Nusantara merupakan bagian penting tak terpisahkan dari perkembangan Islam di dunia.

Bila selama ini wilayah Nusantara khususnya dan wilayah Asia Tenggara pada umumnya di pandang sebelah mata dalam perkembangan intelektual dunia, dengan kehadiran buku ini menunjukkan bahwa jejak intelektual tokoh-tokoh Nusantara dapat ditelusuri, karena buku ini memuat rekam jejak pemikiran intelektual Nusantara pada abad 17. Artinya para intelektual Nusantara telah turut serta dalam perdebatan intelektual dunia tentang pemikiran wahdatul wujud yang dikemukakan Ibnu Arabi di Jazirah Arab.

Buku ini tidak bisa dianggap sebagai karya picisan yang hadir untuk membesar-besarkan keagungan Indonesia saja. Tetapi buku ini ditulis oleh filolog terkemuka Indonesia saat ini dengan meneliti 31 manuskrip Ithaf al Dhaki di seluruh dunia. Dari 31 salinan manuskrip itu hanya satu yang disalin di Indonesia, itupun saat ini hanya bisa dijumpai di perpustakaan Belanda. Sementara salinan manuskrip lainnya terdapat di berbagai negara seperti Mesir, Turki, Inggris, Amerika dan lain-lain. Dengan demikian dapat dilihat bahwa penulisan buku ini sangat serius dan wajar bila menghabiskan waktu selama dua tahun untuk menelitinya. 

Buku yang merupakan hasil penelitian Oman Faturrahman selama menerima fellowship dari Yayasan The Alexander von Humboldt (The AvH) dalam waktu  dua tahun di Jerman ini menunjukkan ketekunan penulis menjahit serpihan-serpihan pemikiran al Kurani dalam 17 versi salinan kitab tersebut. Ibarat seorang juru masak professional, Oman menelaah pemikiran al Kurani itu sehingga pantas dihidangkan kepada pembaca Indonesia saat ini.

Ithaf al Dhaki ditulis oleh Ibrahim al Kurani atas permintaan beberapa orang muridnya di Nusantara, khususnya Abdurrauf Ali al jawi al Fansuri (w 1693) di Aceh tentang pemikiran kontroversi wahdatul wujud Ibnu Arabi. Oleh sebab itu kitab ini memang hadir untuk menjawab persoalan-persoalan atas perdebatan intelektual di Nusantara yang terjadi antara pengikut ajaran Hamzah Fansuri dan Shamsuddin al Sumatrani dengan kelompok Muslim ortodoks yang digerakkan oleh Nuruddin al Raniri. Menurut pendapat para peneliti di antaranya Anthony H Johns (Guru Besar Emeritus Australian University, Canbera) dan Azyumardi Azra (Guru Besar Universitas Islam Negeri, Jakarta) pemikiran al Kurani yang dituangkan dalam Ithaf al Dhaki ini mampu merekonsiliasi perdebatan intelektual di Nusantara abad 17 itu.

Bila kitab Ithaf al Dhaki memuat pemikiran yang komprehensif dalam menjawab persoalan yang paling sensitif di tengah-tengah intelektual Nusantara pada abad 17, maka buku ini akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan horizontal muslim di Indonesia dan persoalan kebangsaan dewasa ini. Buku ini merupakan karya yang monumental di tengah lesunya penerbitan buku-buku referensi pemikiran di Indonesia saat ini. Buku ini akan menambah referensi terhadap pemikiran  intelektual kontemporer di ranah pemikiran Indonesia.

Buku ini memuat pemikiran al Kurani yang berhasil merekonsiliasi perdebatan intelektual antara pengikut ajaran Hamzah Fansuri dan Shamsuddin al Sumatrani dengan Nuruddin al Raniri. Al Kurani dalam buku ini menjawab persoalan intelektual di Nusantara pada abad 17 itu dengan mengatakan “menghimpun (dua pemikiran yang berbeda) itu lebih diutamakan daripada memilih salah satunya, selama itu bisa dilakukan” (Faturrahman, 2012: 9).

Artinya ulama besar yang menjadi guru banyak ulama Nusantara pada masa itu lebih mengutamakan rekonsiliasi dari pada perseteruan terus menerus antara kelompok yang bertikai. Lebih lanjut al Kurani memberi nasehat kepada kelompok-kelompok yang bertikai dengan mengutip wasiat Umar Bin Khatab yang mengatakan “…Dan janganlah kamu menganggap buruk atau jelek ucapan yang berasal dari seorang muslim, sejauh kamu bisa menemukan sebuah penafsiran yang baik atasnya…”(Faturrahman, 2012: 10).

Terakhir, sebagai pembaca awam saya menilai bahwa kehadiran buku ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Buku ini perlu dibaca oleh intelektual pemerhati sejarah dan gerakan pemikiran di Indonesia. Sementara itu bagi pembaca lain seperti saya, buku ini perlu dibaca untuk mengetahui kebesaran nenek moyang kita. Dengan demikian kita tidak perlu malu sebagai bangsa Indonesia yang saat ini banyak menghadapi masalah. Jejak sejarah intelektual dalam buku ini membuat kita bangga sebagai bangsa Indonesia.

Jakarta, Penghujung 2012

*Peresensi adalah pecinta buku, tinggal di Jakarta.

Prof. Raden Bambang Soeroto Pendiri UPN Veteran

Hari sudah sore ketika kami (saya dan dosen-dosen UPN “Veteran” Jakarta) sampai di kediaman Prof. Bambang Soeroto, di Jalan Timoho 2 Nomor 33, Yogyakarta. Pria yang pada tahun ini sudah berusia 88 tahun itu tersenyum menyambut kedatangan kami. Dengan baju kemeja lengan panjang berwarna biru muda, beliau terlihat sangat bahagia. Gurat kebahagiaan itu ternyata menggambarkan isi hati beliau saat ditanya tentang UPN Veteran saat ini.

Continue reading

8 Calon Presiden RI Potensial Pilpres 2024

8 Calon Presiden Potensial Pilpres 2024

Penulis mengamati hasil survei dari 5 lembaga survei nasional yang melakukan terhadap Calon Presiden Republik Indonesia tahun 2024. Survei itu dilakukan antara tahun 2020 dan 2021 ini. Berdasarkan survei tersebut penulis merangkum 8 calon Presiden RI 2024 yang potensial, mereka adalah:

Continue reading

Impor Beras Kepentingan Siapa?

Impor Beras Kepentingan Siapa. Sumber Foto: wartapolitik.id

Pemerintah ngotot akan mengimpor beras 1 juta ton pada awal tahun 2021 ini, 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Badan Urusan Logistik (Bulog). Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, impor beras tersebut terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional. Menurut Ketua Umum Partai Golkar itu pemerintah melihat bahwa ketersediaan komoditas pangan itu sangat penting, oleh sebab itu penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton ini harus terpenuhi.

Continue reading

Membaca Sastra Membaca Dunia

Azwar, yang dikenal juga dengan nama pena Azwar Sutan Malaka adalah salah seorang sastrawan Sumatera Barat yang karya-karyanya muncul sejak tahun 2000-an. Beberapa buku sastra yang pernah dihasilkannya di antaranya adalah Novel Bunian Musnahnya Peradaban (Masmedia, 2009), Novel Hidup adalah Perjuangan (Bening Diva Press, 2012), Antologi Cerpen Tunggal Jejak Luka (Nusantara Institut, 2014), Novel Cindaku (Kaki Langit, 2015), dan beberapa karya pada beberapa antologi buku lainnya.

Continue reading

Keterampilan Bicara di Depan Umum

Lies Aryati dan Bugi Satrio dalam buku mereka berjudul Pengantar MC Formal Bahan Ajar Kursus dan Pelatihan Master of Ceremony yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016 menuliskan bahwa setiap acara membutuhkan Master of Ceremony untuk dapat menghantar acara satu demi satu dengan teratur. Dalam dunia seremonial banyak pihak terlibat di dalamnya, di mana setiap orang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya sendiri. Namun, sampai sekarang masih banyak orang yang rancu dengan beberapa istilah tentang profesi ini, antara lain sebagai berikut.

Continue reading

Komunikasi Rasional dalam Pilkada 2020

Foto: Azwar. Sumber: Jawa Pos.com

BERDASARKAN jadwal Pemilihan Kepala Daerah yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), 9 Desember 2019 sampai dengan 3 Maret 2020 merupakan masa penyerahan syarat dukungan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur oleh partai politik ke KPU Provinsi. Sementara 11 Desember 2019 sampai dengan 5 Maret 2020 merupakan masa-masa penyerahan syarat dukungan pasangan calon bupati/wali kota beserta wakil oleh partai politik ke KPU Kabupaten/Kota.

Bagi politikus yang akan mengikuti kontestasi politik bergengsi lima tahunan ini, sebelum 3 atau 5 Maret 2020 adalah waktu-waktu sibuk untuk melakukan komunikasi politik. Baik antara tokoh-tokoh dalam mencari pasangan, maupun untuk mencari dukungan partai. Pada masa inilah lobi-lobi politik semakin intensif dilakukan untuk menentukan siapa berpasangan dengan siapa dan siapa didukung oleh partai apa.

Idealnya, komunikasi politik yang terjadi saat ini adalah komunikasi yang rasional, dimana partai politik menyeleksi anak-anak bangsa terbaik yang akan mereka tawarkan kepada rakyat untuk dipilih sebagai kepala daerah baik di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat provinsi. Partai politik adalah harapan rakyat untuk menyeleksi tahap awal calon pemimpin mereka lima tahun mendatang. Oleh sebab itu rakyat sangat berharap agar partai politik bisa melakukan komunikasi yang rasional dalam melaksanakan lobi-lobi politik untuk menentukan calon kepala daerah.

Komunikasi yang rasional dalam menentukan calon kepala daerah adalah komunikasi yang ideal. Dalam menentukan pemimpin rakyat partai politik melihat kualitas tokoh yang akan diusung. Komunikasi yang rasional dalam menentukan calon kepala daerah adalah komunikasi yang bertujuan untuk melihat rekam jejak calon kepala daerah. Selain itu, komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang bertujuan untuk melihat visi misi terbaik yang ditawarkan calon kepala daerah.

Artinya komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang tidak dilakukan dengan berdasarkan seberapa banyak mahar yang dihantarkan oleh seorang calon kepada partai politik. Komunikasi yang rasional tidak melihat anak siapa calon yang diusung (anak presiden, anak wakil presiden, anak gubernur, anak menteri atau anak orang kaya). Komunikasi rasional menekankan kualitas tokoh, bukan isi tas yang disediakan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah.

Jika dilihat referensi tentang komunikasi yang rasional, hal ini berakar dari pemikiran rasionalitas komunikatif yang merupakan gagasan filsuf Jerman yang juga tokoh Teori Kritis dari Mazhab Frankfurt yaitu Jurgen Habermas. Menurut Habermas, rasionalitas komunikatif ini sudah tertanam di dalam akal budi manusia. Rasionalitas komunikatif sudah ada dalam diri manusia dan idealnya digunakan dalam berkomunikasi antara manusia satu dengan yang lain. Menurut Habermas pada dasarnya rasionalitas komunikatif itu akan selalu ada dalam diri manusia dan tidak mungkin dihilangkan selama yang bersangkutan masih menjadi manusia.

Menurut teori yang digagas Jurgen Habermas ini, komunikasi yang rasional adalah kemampuan komunikasi yang baik untuk mencapai salingpengertian. Komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang sehat, tidak ekslusif, komunikasi yang tidak ada dominasi di dalamnya, komunikasi yang egaliter, komunikasi yang berlandaskan kejujuran, ketepatan dan kebenaran. Dalam konsep komunikasi rasional, pengirim pesan (komunikator) memperlakukan penerima pesan (receiver) sebagai manusia yang memiliki akal dan perasaan. Komunikator tidak memperlakukan penerima pesan sebagai benda mati untuk mencapai tujuan pengirim pesan.

Tantangan berat untuk mewujudkan rasionalitas komunikatif adalah dimana kapitalisme menjadi raja di semua lini kehidupan manusia saat ini. Intinya nyaris semua aspek kehidupan mementingkan keuntungan semata. Muara kehidupan seolah-olah hanya menjadikan keuntungan finansial menjadi tujuan utama. Begitu juga dalam kehidupan politik dalam berbangsa dan bernegara, banyak keputusan (termasuk memutuskan siapa calon kepala daerah yang akan diusung oleh partai) berdasarkan perhitungan keuntungan finansial. Artinya, dalam hal ini telah terjadi komunikasi yang tidak rasional dalam komunikasi politik Indonesia.

Terjadinya komunikasi yang rasional akan mendorong terciptanya validity claim yang ditandai dengan terpenuhinya beberapa syarat yaitu; pertama komunikasi yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu, kedua terciptanya komunikasi yang memenuhi norma-norma yang berlaku, dan ketiga komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang mengutamakan kejujuran otentik.

Realitas politik saat ini adalah partai politik dan aktor-aktor politik di dalamnya kerapkali menentukan mahar yang tinggi untuk calon kepala daerah yang akan diusungnya. Politik uang terjadi untuk mendapatkan dukungan dari partai oleh calon kepala daerah yang ingin maju sebagai kepala daerah baik di tingkat kabupaten/kota atau di tingkat provinsi. Sudah bukan rahasia lagi jika pada beberapa kasus pemilihan kepala daerah terjadi “jual beli” kursi untuk mendukung kepala daerah tertentu. Sederhananya, partai mengusung calon kepala daerah yang mampu membayar mahal untuk dukungan mereka.

Dalam hal inilah terjadi komunikasi yang tidak rasional itu. Jika mengikuti konsep rasionalitas komunikatif maka sejatinya partai politik akan mendukung calon kepala daerah yang diinginkan oleh rakyat. Calon kepala daerah yang hadir memberikan solusi untuk permasalahan yang dialami oleh rakyat di daerah yang akan dipimpinnya. Akan tetapi yang terjadi dalam komunikasi politik saat ini adalah terjadinya komunikasi yang tidak rasional. Partai politik mendukung calon kepala daerah berdasarkan seberapa besar “setoran” kepada partai ataupun oknum-oknum di dalam partai tersebut.

Hal yang sangat berat bagi demokrasi adalah ketika menjalankan proses demokrasi tersebut tidak lagi dijalankan secara rasional. Komunikasi yang terjadi tidak lagi melihat persoalan visi misi kepemimpinan, tidak lagi soal kapasitas calon pemimpin. Komunikasi yang terjadi hanyalah soal seberapa besar keuntungan finansial yang akan diperoleh dengan memberikan dukungan pada calon kepala daerah tersebut.

Dengan fakta itu, politik uang tidak akan menghasilkan domokrasi yang baik bagi masyarakat Indonesia. Politik uang, mahar politik, hanya akan menghasilkan demokrasi yang penuh racun bagi masyarakat. Hal yang sangat jelas dengan terjadinya politik uang tentunya meningkatnya biaya politik. Meningkatnya ongkos politik tentu akan menjadi penghalang munculnya kepala daerah yang memiliki kapasitas yang baik untuk memimpin, tapi tidak memiliki atau tidak mau terlibat politik uang.

Persoalan lain dengan politik uang adalah pemimpin yang lahir melalui politik uang tentu tidak akan bekerja maksimal untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini karena konsentrasi yang bersangkutan harus dibagi dengan usaha untuk mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan untuk membayar mahar kepada partai dan biaya kampanye yang tinggi. Selain itu, kepala daerah terpilih juga berusaha mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk membeli suara rakyat baik secara langsung atau melalui jalan kotor yang dilakukan pihak lain.

Politik uang adalah cara lobi-lobi politik yang merupakan bagian dari komunikasi yang tidak rasional. Politik uang hanya akan melanggengkan penindasan terhadap rakyat, karena politik uang hanya mengakomodir kepentingan para pemilik uang yang besar. Politik uang mendorong rakyat pada kesengsaraan dan mendorong bangsa Indonesia pada kehancuran.

Banyak orang yang sepakat dengan pernyataan di atas, bahkan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan di partai politik pun barangkali setuju. Namun persoalannya adalah partai manakah yang mampu melakukan komunikasi yang rasional itu? Partai manakah yang berani menentukan calon bukan berdasarkan mahar politik yang disetornya? Partai manakah yang berani mengusung calon kepala daerah berdasarkan kualitas bakal calon yang akan diusung?

Sebagai bagian rakyat Indonesia kita berharap komunikasi yang rasional terjadi dalam lobi-lobi politik saat ini, sebagai bagian dari rakyat Indonesia kita juga akan mendukung penuh partai politik yang melakukan komunikasi politik yang rasional itu. Semoga saja harapan ini tidak seperti meminta tanduk pada kuda, tidak meminta sayap pada singa. (*)

*) Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN Veteran Jakarta

Tulisan ini pernah dimuat di Jawa Pos 22 Februari 2020 https://www.jawapos.com/opini/22/02/2020/komunikasi-rasional-dalam-pilkada-2020/

Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik

cover-buku-4-pilar-jurnalistik-5aa4aabcdd0fa87cf35bf342Dunia jurnalistik adalah dunia yang cukup digandrungi anak-anak muda saat ini. Apalagi dengan perkembangan media, dimana aktivitas media bisa dilakukan oleh siapa saja. Termasuk oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar ilmu dan keterampilan jurnalistik.

Akhirnya, berbagai media saat ini dipenuhi tulisan/karya yang dianggap karya jurnalistik tapi sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai karya jurnalistik. Oleh sebab itu mempelajari ilmu dan keterampilan jurnalistik menjadi penting jika ingin terjun ke dunia jurnalistik ini.

Continue reading