TEKNIK MENULIS RESENSI
Oleh: Azwar, M.Si
- Pengertian
Menulis resensi adalah membuat tulisan yang berisi timbangan terhadap sebuah karya. Baik itu buku, film atau bahkan musik. Selayaknya sebuah pertimbangan, resensi berisi catatan-catatan atas pembacaan seseorang atas sebuah karya. Catatan itu bisa adalah kelebihan-kelebihan sebuah karya, atau bahkan berisi kekurangan-kekurangan karya itu. Resensi bukanlah deretan puji-pujian terhadap buku atau penulisnya. Karena kalau hanya puji-pujian tentu sebuah resensi tidak memenuhi syarat sebagai pertimbangan.
Hal di atas dikuatkan oleh pengertian resensi berdasarkan beberapa pendapat. Resensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah pertimbangan terhadap sebuah buku atau ulasan terhadap sebuah buku. Sementara itu Rulli Nasrullah dalam bukunya Bahasa Jurnalitik (2012) menyatakan bahwa secara etimologis, kata resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang, atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan resensi sebagai ”Pertim-bangan atau pembicaraan buku, ulasan buku.
Gorys Keraf mendefinisikan resensi sebagai suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku. Intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi maupun nonfiksi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada masyarakat pembaca.
Sebagaimana menulis jenis karangan lainnya, menulis resensi juga memiliki tujuan. Gorys Keraf mengemukakan tujuan menulis resensi adalah menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak? Sedangkan tujuan resensi sebagai berikut :
- Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
- Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
- Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
- Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit seperti: siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya dengan buku sejenis karya pengarang lain?
Ada tiga syarat utama seorang penulis agar mampu menulis resensi antara lain: Pertama, penulis harus memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan meresensi sebuah buku novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya. Hal ini diperlukan agar penulis dapat memberikan perbandingan terhadap karya lain yang sejenis. Kepekaan analisis juga sangat dipengaruhi unsur tersebut.
Kedua, penulis harus memiliki kemampuan analisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur internal dan eksternal. Seorang penulis resensi harus mampu menggali unsur-unsur tersebut. Unsur tersebut dianalisis untuk dinilai kelayakannya. Kemampuan analisis ini akan mengantarkan penulis kepada kemampuan menilai apakah sebuah buku layak dibaca masyarakat atau tidak.
Ketiga, seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya dengan karya lain yang sejenis. Dengan demikian ia akan mampu menemukan kelemahan dan kekurangan sebuah karya.
Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi. Unsur yang membangun sebuah resensi adalah sebagai berikut: (1) judul resensi; (2) data buku; (3) pembukaan; (4) tubuh resensi; dan (5) penutup. Penjelasan tentang bagian-bagian tersebut penulis kemukakan berikut ini.
a) Judul Resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini akan mengecewakan pembaca.
b) Data Buku
Secara umum ada dua cara penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi di media cetak antara lain: Judul buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
Judul : Namaku Merah Kirmizi Judul Asli : (Benim Adim Kirmizi/My Name Is Red) Penulis : Orhan Pamuk Penyunting : Anton Kurnia Penerjemah : Atta Verin Penerbit : Serambi Tebal : 725 Halaman Cetakan : Pertama, Desember 2006 |
Data buku atau identitas buku juga biasanya dilengkapi dengan sampul buku. Hal ini untuk memperkenalkan kepada pembaca bentuk buku tersebut.
Sampul Buku Namaku Merah Kirmizi Karya Orhan Pamuk
Sumber: http://www.serambi.co.id/katalog/219/my-name-is-red#.WICrX1N97IU, diakses 18 Januari 2017
c) Pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.
Tidak salah jika banyak orang mengatakan bahwa hidup adalah pilihan, berani memilih berarti harus rela untuk berkorban. Hal inilah yang telah dilakukan Ferit Orhan Pamuk (lahir di Istanbul pada tanggal 7 Juni 1952) yang memilih untuk menjadi penulis dengan mengorbankan kuliah yang telah di jalaninya selama 3 tahun di Istanbul Technical University. Setelah keluar dari universitas yang akan menjadikannya arsitek itu, Orhan Pamuk kuliah di Institute of Journalism di Universitas Istanbul pada 1976. Inilah pilihan yang kemudian mengantarkan Pamuk menjadi peraih nobel sastra tahun 2006. |
d) Tubuh Resensi
Pada bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang—tergantung kepada kepekaan peresensi.
Penghargaan-penghargaan itu pantas diperoleh oleh Pamuk melalui novel My Name is Red ini karena novel yang penuh misteri ini dianggab banyak orang sebagai puncak kecemerlangan sastrawan muslim. Setelah Naguib Mahfouz, sastrawan Mesir yang memperoleh Nobel Sastra pada tahun 1988, Pamuk merupakan orang ke dua di dunia Islam yang memperoleh Nobel Sastra. Sungguhpun demikian kegetiran tetap saja mengiringi penghargaan terhadap Orhan Pamuk. Walau bagaimanapun Pamuk tidak mendapatkan tempat yang baik di hati orang-orang muslim, karena Pamuk dikenal sebagai sastrawan yang pertama kali membela Salman Rushdie ketika Ayat-Ayat Setannya dinilai masyarakat muslim menghina Nabi Muhammad SAW. Pamuk menentang fatwa mati bagi Salman Rushdie yang difatwakan Ayatullah Khomaini, sang revormis muslim dari Iran. Novel ini menceritankan tentang Merah Kirmizi yang hidup di Istanbul saat simbol tonggak kejayaan Islam di daerah itu hampir musnah. Pada akhir abad ke 16 (1591) secara diam-diam Sultan menugaskan pembuatan sebuah buku untuk merayakan kejayaannya sebagai seorang Sultan. Seniman itu terbunuh secara misterius, maka seorang ditugasi untuk mengungkap misteri pembunuhan itu. Hal itu ternyata tidak sesederhana sebuah pembunuhan, karena pada akhirnya peristiwa itu menguak jejak perbenturan peradaban Timur dan Barat (Turki dan Eropa). Kisah itu menjadikan My Name is Red sebagai sebuah cerita misteri pembunuhan yang menegangkan, kisah itu memberikan sebuah perenungan yang mendalam tentang cinta yang diramu dengan intrik seni dan politik. Novel yang juga disertai dengan dongeng-dongeng klasik ini membuatnya renyah untuk dibaca, sehingga novel yang tebal ini terasa tidak memberatkan untuk dibaca. |
e) Penutup
Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.
Terlepas dari siapa yang melahirkan sebuah karya, yang penting novel Namaku Merah Kirmizi ini merupakan karya yang indah untuk dinikmati oleh pembaca. Dari pada mempermasalahkan tentang Pamuk yang sering membuat resah umat Islam, lebih baik menikmati romantisme cinta dan intrik politik dalam karyanya ini. Bukankah kita sudah sangat hafal dengan filosofi: jangan melihat siapa orangnya, tapi lihatlah apa yang disampaikannya. Saya rasa hal itu juga berlaku untuk karya sastra. |
- Teknik Menulis Resensi
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Oleh sebab itu dalam menulis resensi penulis atau dikenal juga resensiator harus memahami bahwa tujuan menulis resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Untuk memberikan pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua ia harus meyadari sepenuhnya apa maksud membuat resensi itu.
Tujuan pengarang bisa dilihat dari kata pengantar buku yang ditulis oleh pengarang. Bisa jadi tujuannya menulis buku adalah sebagai buku panduan perkuliahan, sebagai laporan atas penelitian dan lain sebagainya. Jika tidak ada pada kata pengantar buku, pembuat resensi bisa menyimpulkan sendiri setelah membaca buku tersebut sampai selesai.
Resensi harus dibuat dengan memperhatikan kualitas pembacanya. Untuk itu penulis resensi harus menganalisa pengetahuan pembaca mengenai pokok persoalan yang akan dibahas itu, bagaimana selera pembaca, dan bagaimana tingkat pendidikannya. Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya adalah:
1. Latar Belakang Buku
Penulis resensi dapat memulai dengan mengemukakan tema dari karangan itu. Penyajian tema secara singkat dapat dilengkapi dengan deskripsi mengenai isi buku. Penulis dapat menyampaikan ringkasan buku itu, sehingga pembaca yang belum tahu, dapat memperoleh gambaran mengenai isi buku itu. Deskripsi mengenai buku itu bukan hanya menyangkut isinya, tetapi menyangkut badan mana yang telah menerbitkan buku itu, kapan dan dimana diterbitkan, tebalnya serta pengarangnya.
2. Macam/Jenis Buku
Setiap pembaca tidak selalu mempunyai selera yang sama. Ada yang senang dengan cerita komik, ada yang senang dengan buku ilmiah, ada yang senang dengan buku kesehatan dan sebagainya. Perbedaan antara pembaca seperti diuraikan di atas, masih terdapat suatu persamaan yang umum pada pembaca, yaitu: mereka ingin mengetahui sesuatu bila ada sebuah buku baru diterbitkan.
Oleh sebab itu penulis resensi harus menunjukkan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana. Penulis harus mengadakan klasifikasi mengenai buku itu dan menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan buku lain, sehingga pembaca akan merasa tertarik, dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang isi buku tersebut secara terperinci.
3. Keunggulan Buku
1. Mempersoalkan organisasinya.
Organisasi dalam hal ini adalah kerangka buku itu, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Apakah hubungan itu harmonis, jelas dan memperlihatkan perkembangan yang masuk akal. Bagaimanakah antara bab satu dan bab selanjutnya apakah saling mendukung atau tidak. Adakalanya penulis tidak konsisten dengan apa yang disampaikannya. Contohnya pada bab pertama dia menyatakan setuju dengan sebuah kasus, bisa jadi pada bab yang lain dia tidak setuju. Untuk melihat hal tersebut dibutuhkan kejelian penulis resensi.
2. Penulis resensi mempersoalkan bagaimana isi sebuah buku .
Isi buku berkaitan dengan kualitas pemikiran sang penulis. Penulis resensi bisa menilai apakah buku yang dibaca tersebut menyampaikan hal-hal yang baru atau hanya mengulang pendapat orang lain saja. Apakah seorang pengarang sangat cermat dalam memberikan detil-detilnya, sedangkan pengarang yang lain tampaknya lebih semberono dalam detil-detilnya atau ada pengarang yang tidak mau peduli dengan hal tersebut.
3. Masalah bahasa.
Bahasa merupakan hal yang penting dalam sebuah buku, bagaimana mungkin pembaca dapat memahami sesuatu kalau bahasa yang digunakan tidak dapat dimengerti orang lain? Hal yang terkait bahasa adalah apakah buku ditulis dengan menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia yang baik atau tidak. Hal-hal terkait bahasa juga menyangkut apakah penulisan dalam buku tersebut banyak yang salah atau tidak.
4. Teknis produksi buku.
Teknis yang dimaksud disini adalah mengenai bentuk yang baik, kebersihan, dan lebih lagi percetakannya. Sebelum buku dipublikasikan, pengarang selalu diberi kesempatan untuk mengoreksi kembali cetak cobanya (dummy). Hal-hal yang terkait teknis buku adalah persoalan halaman apakah ada yang hilang atau tidak, apakah ada kertas yang rusak atau tidak dan berbagai cacat produksi lainnya. Hal ini lumrah ditemukan dalam produksi buku.
- Contoh Resensi
AGAR KITA BANGGA MENJADI BANGSA INDONESIA
Peresensi: Azwar Sutan Malaka
Judul : Ithaf al Dhaki, Tafsir Wahdatul Wujud bagi Muslim Nusantara
Penulis : Oman Fathurrahman
Penerbit : Mizan
Cetakan : Pertama, Agustus 2012
Harga : Rp. 54.000
Tebal : xxiv + 283 halaman
ISBN : 978-979-433-728-8
Di tengah semakin terpuruknya kondisi bangsa Indonesia, buku Ithaf al Dhaki, Tafsir Wahdatul Wujud bagi Muslim Nusantara karanganOman Faturrahman inihadir sebagai bukti bahwa kita harus bangga menjadi bangsa Indomesia. Buku yang merupakan telaahan atas kitab Ithaf al Dhaki karangan sufi terkemuka di dunia Ibrahim al Kurani (1616-1690) ini menjadi bukti kuat atas keterlibatan nenek moyang orang Indonesia dalam wacana intelektual di dunia Islam global abad ke-17. Dengan demikian wilayah Nusantara merupakan bagian penting tak terpisahkan dari perkembangan Islam di dunia.
Bila selama ini wilayah Nusantara khususnya dan wilayah Asia Tenggara pada umumnya di pandang sebelah mata dalam perkembangan intelektual dunia, dengan kehadiran buku ini menunjukkan bahwa jejak intelektual tokoh-tokoh Nusantara dapat ditelusuri, karena buku ini memuat rekam jejak pemikiran intelektual Nusantara pada abad 17. Artinya para intelektual Nusantara telah turut serta dalam perdebatan intelektual dunia tentang pemikiran wahdatul wujud yang dikemukakan Ibnu Arabi di Jazirah Arab.
Buku ini tidak bisa dianggap sebagai karya picisan yang hadir untuk membesar-besarkan keagungan Indonesia saja. Tetapi buku ini ditulis oleh filolog terkemuka Indonesia saat ini dengan meneliti 31 manuskrip Ithaf al Dhaki di seluruh dunia. Dari 31 salinan manuskrip itu hanya satu yang disalin di Indonesia, itupun saat ini hanya bisa dijumpai di perpustakaan Belanda. Sementara salinan manuskrip lainnya terdapat di berbagai negara seperti Mesir, Turki, Inggris, Amerika dan lain-lain. Dengan demikian dapat dilihat bahwa penulisan buku ini sangat serius dan wajar bila menghabiskan waktu selama dua tahun untuk menelitinya.
Buku yang merupakan hasil penelitian Oman Faturrahman selama menerima fellowship dari Yayasan The Alexander von Humboldt (The AvH) dalam waktu dua tahun di Jerman ini menunjukkan ketekunan penulis menjahit serpihan-serpihan pemikiran al Kurani dalam 17 versi salinan kitab tersebut. Ibarat seorang juru masak professional, Oman menelaah pemikiran al Kurani itu sehingga pantas dihidangkan kepada pembaca Indonesia saat ini.
Ithaf al Dhaki ditulis oleh Ibrahim al Kurani atas permintaan beberapa orang muridnya di Nusantara, khususnya Abdurrauf Ali al jawi al Fansuri (w 1693) di Aceh tentang pemikiran kontroversi wahdatul wujud Ibnu Arabi. Oleh sebab itu kitab ini memang hadir untuk menjawab persoalan-persoalan atas perdebatan intelektual di Nusantara yang terjadi antara pengikut ajaran Hamzah Fansuri dan Shamsuddin al Sumatrani dengan kelompok Muslim ortodoks yang digerakkan oleh Nuruddin al Raniri. Menurut pendapat para peneliti di antaranya Anthony H Johns (Guru Besar Emeritus Australian University, Canbera) dan Azyumardi Azra (Guru Besar Universitas Islam Negeri, Jakarta) pemikiran al Kurani yang dituangkan dalam Ithaf al Dhaki ini mampu merekonsiliasi perdebatan intelektual di Nusantara abad 17 itu.
Bila kitab Ithaf al Dhaki memuat pemikiran yang komprehensif dalam menjawab persoalan yang paling sensitif di tengah-tengah intelektual Nusantara pada abad 17, maka buku ini akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan horizontal muslim di Indonesia dan persoalan kebangsaan dewasa ini. Buku ini merupakan karya yang monumental di tengah lesunya penerbitan buku-buku referensi pemikiran di Indonesia saat ini. Buku ini akan menambah referensi terhadap pemikiran intelektual kontemporer di ranah pemikiran Indonesia.
Buku ini memuat pemikiran al Kurani yang berhasil merekonsiliasi perdebatan intelektual antara pengikut ajaran Hamzah Fansuri dan Shamsuddin al Sumatrani dengan Nuruddin al Raniri. Al Kurani dalam buku ini menjawab persoalan intelektual di Nusantara pada abad 17 itu dengan mengatakan “menghimpun (dua pemikiran yang berbeda) itu lebih diutamakan daripada memilih salah satunya, selama itu bisa dilakukan” (Faturrahman, 2012: 9).
Artinya ulama besar yang menjadi guru banyak ulama Nusantara pada masa itu lebih mengutamakan rekonsiliasi dari pada perseteruan terus menerus antara kelompok yang bertikai. Lebih lanjut al Kurani memberi nasehat kepada kelompok-kelompok yang bertikai dengan mengutip wasiat Umar Bin Khatab yang mengatakan “…Dan janganlah kamu menganggap buruk atau jelek ucapan yang berasal dari seorang muslim, sejauh kamu bisa menemukan sebuah penafsiran yang baik atasnya…”(Faturrahman, 2012: 10).
Terakhir, sebagai pembaca awam saya menilai bahwa kehadiran buku ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Buku ini perlu dibaca oleh intelektual pemerhati sejarah dan gerakan pemikiran di Indonesia. Sementara itu bagi pembaca lain seperti saya, buku ini perlu dibaca untuk mengetahui kebesaran nenek moyang kita. Dengan demikian kita tidak perlu malu sebagai bangsa Indonesia yang saat ini banyak menghadapi masalah. Jejak sejarah intelektual dalam buku ini membuat kita bangga sebagai bangsa Indonesia.
Jakarta, Penghujung 2012
*Peresensi adalah pecinta buku, tinggal di Jakarta.